Apa sih kebahagiaan itu? Kebahagiaan itu mungkin ketika kita ingin ngopi, lalu kita bisa buat kopi sendiri dengan mesin kopi, sekadar menyeduh kopi instan atau beli kopi kekinian. Kebahagiaan itu mungkin ketika kita lapar, kita bisa makan sesuatu dengan memesan secara online, dimasak sendiri atau secara cuma-cuma karena ada yang memberikannya kepada kita. Kebahagiaan itu ketika kita butuh tempat tinggal, ada rumah dijadikan untuk berteduh, entah itu milik sendiri atau sewaan. Kebahagiaan itu ketika kita butuh teman, ada orang-orang untuk dihubungi dan menghibur. Kebahagiaan itu seolah menjadi pemenuhan atas apa yang kita inginkan secara fisik atau psikologis. Jika demikian, apa bahagianya menjadi seperti para kudus di surga?
Injil hari ini berusaha menggambarkan apa itu kebahagiaan yang dirasakan oleh semua orang kudus di surga. Mereka bahagia karena miskin di hadapan Allah, lemah lembut, murah hati, haus akan kebenaran, murah hati, suci hatinya, membawa damai, dianiaya karena mempertahankan imannya, dicela dan difitnah karena membawa Yesus dalam hidup mereka, dan disiksa karena mewartakan ajaran Allah kepada dunia (Mat. 5: 3-12). Mereka bahagia karena mereka berhasil menyucikan diri dengan berpegang pada ajaran Yesus (1Yoh. 3:3). Mereka bahagia karena dengan perjuangan mereka di dunia dan berpegang teguh pada ajaran Yesus tersebut mereka akhirnya berkumpul bersama Bapa di surga (Why. 7:14).
Bila dibayangkan para kudus tidak bahagia secara fisik karena mereka menghabiskan waktu berjam-jam berdoa, menulis, membantu orang lain, disiksa atau bahkan dibunuh karena imannya. Secara psikologis mereka dijauhi orang-orang di sekitar mereka, kadang dikhianati, kadang ragu, kadang lelah, kadang merasa kekosongan jiwanya. Walaupun demikian, mereka setia hingga memperoleh ganjaran yang lebih besar atas kesetiaan mereka di dunia. Mereka adalah orang-orang yang berada di sisi Allah. Mereka merasakan kebahagiaan sempurna bersama Allah di Surga.
Mungkin ini yang disebut kebahagiaan iman. Bahagia ini mungkin tidak bisa dinikmati secara fisik atau pun psikis. Bahagia ini bisa jadi lebih dari sekadar menikmati kopi atau makanan enak, lebih dari sekadar punya tempat tinggal atau punya orang-orang yang menghibur di kala sedih. Belum ada orang yang kembali dari Surga untuk memberi kesaksian, bagaimana kita bisa percaya? Yesus datang ke dunia dan mewartakannya melalui ajaran dan teladan hidup.
Sama seperti para Kudus pendahulu kita, kita hanya perlu iman kepada Yesus. Pergumulan hidup, peristiwa pandemi saat ini yang merubah kehidupan kita secara cepat, dan sebagainya, tetap dapat kita syukuri sebagai bagian dari rencana Allah untuk masa depan yang lebih baik. Kita semua dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Hidup berkeluarga dapat menjadi salah satu cara menuju hidup kekudusan. Memaknai habitus doa bersama keluarga dengan mengajarkan kemurahan hati kepada sesama yang membutuhkan dapat menjadi berkat bagi semua anggota keluarga. Dengan berdoa bersama keluarga memohon pengampunan dan kemurahan hati-Nya, memberi sedekah kepada orang lain di saat kita sendiri sedang dalam kesulitan, akan memulihkan kita dan sesama, dan ada sukacita bersama-Nya. Inilah teladan sejati Yesus bagi umat yang dikasihi-Nya. Bersediakah kita menjalankannya seperti para kudus menjalankan ajaran Yesus tersebut?
(AA)
Berdasar bacaan liturgi 1 Nov 2020:
Wahyu 7:2-4, 9-14
1Yohanes 3:1-3
Matius 5:1-12a
Credit image: churchofjesuschrist.org
Tidak ada komentar
Posting Komentar