Santo Ambrosius. Image: Preaching Friars. |
Ambrosius adalah uskup kota Milan, salah satu keuskupan terpenting pada abad ke-4. Santo Ambrosius bersama-sama dengan Santo Augustinus Hippo, Santo Hieronimus, dan Santo Gregorius Agung, dianggap sebagai empat doktor Gereja Barat dalam Sejarah Gereja kuno.
- Arti NamaBerasal dari kata Yunani Αμβροσιος (Ambrosios)
yang berarti "abadi" - Perayaan07 Desember
- LahirTahun 339
- Kota asalTrier, Gaul Selatan (Sekarang wilayah Jerman)
- Wilayah karyaMilan, Roma
- WafatHari Jumat Agung, 4 April 397 di Milan, Italia
oleh sebab alamiah.
Tubuhnya masih tetap utuh, sekarang disemayamkan di Basilica of Milan
Santo Ambrosius lahir di wilayah Galia (Perancis aktual) tahun 340, di kota Trier, Arles atau Lion. Ayahnya
yang bernama Ambrosius juga adalah Wakil Kaisar
Roma untuk wilayah Galia yang meliputi Perancis,
Inggris, Spanyol dan sebagian Afrika Utara. Ambrosius adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ibunya seorang perempuan yang taat beribadah dan mengajarkan hidup rohani yang kuat kepada ketiga anaknya. Pendidikan iman dalam keluarga inilah yang menyumbangkan intuisi iman dalam diri Ambrosius. Dari orang tuanya, Ambrosius belajar berdisiplin untuk menghidupi iman Kristen. Dari kakak tertuanya, Marcellina, Ambrosius
belajar mencintai kemurnian dan dari Satyrus, Ambrosius belajar tentang kerendahan
hati dan pelayanan. Setelah ayahnya meninggal, Ambrosius kembali ke Roma bersama
Ibu dan kedua kakaknya. Di Roma, Ambrosius belajar ilmu hukum yang kemudian membuka praktek sebagai pengacara bersama Satyrus di Sirmium.
Keberhasilannya di bidang hukum ditambah keterampilannya berbahasa Latin dan Yu- nani menarik perhatian Kaisar Valentinianus, sehingga pada tahun 370 menobatkannya menjadi Gubernur Milano. Ketika Uskup Dionisius dari golongan Arianisme wafat, Ambrosius, sebagai pejabat publik kota Milan diutus oleh Kaisar Valentinianus untuk menyelesaikan perkara pergantian pimpinan di sana. Yang ditakutkan oleh para Uskup adalah perpecahan antara penganut Kristen Ortodox dan penganut Arianisme. Karena rasa takut inilah, para Uskup meminta Kaisar untuk menunjuk langsung Uskup Agung Milan, melawan kebiasaan yang berlaku saat itu yaitu jemaat dan warga kota sendiri yang memilih Uskup mereka.
Ketika Ambrosius datang untuk menengahi kedua kelompok yang berbeda, menurut legenda, terdengarlah suara anak kecil yang berseru: Ambrosius Uskup! Dari sana, seluruh hadirin yang hadir menyerukan hal yang sama. Semula sang Santo menolak, tetapi karena intuisi iman dan semangat pengabdiannya, ia pun menerima tugas pelayanan itu. Ada dua hal yang sebenarnya menghambat pemilihannya sebagai Uskup: pertama, dia belum dibaptis dan kedua, dia belum belajar tentang tata pemerintahan Gerejawi. Namun demikian ia tetap bersiap sedia juga menerimanya. Dalam bukunya, De Oficiis, tentang para klerus, ia mengakui bahwa biasanya orang belajar untuk persiapan mengajar. Tetapi dirinya, karena penunjukan yang mendadak, terpaksa mengajar sambil belajar: tidak ada manusia yang mengajar tanpa belajar. Hanya Tuhan yang mengajar tanpa terlebih dahulu belajar. Oleh sebab itu, Dialah Sang Guru Sejati. Tetapi aku, karena tugas perutusanku, terpaksa melakukan keduanya, aku mengajar sekaligus belajar sakramen.
Keberhasilannya di bidang hukum ditambah keterampilannya berbahasa Latin dan Yu- nani menarik perhatian Kaisar Valentinianus, sehingga pada tahun 370 menobatkannya menjadi Gubernur Milano. Ketika Uskup Dionisius dari golongan Arianisme wafat, Ambrosius, sebagai pejabat publik kota Milan diutus oleh Kaisar Valentinianus untuk menyelesaikan perkara pergantian pimpinan di sana. Yang ditakutkan oleh para Uskup adalah perpecahan antara penganut Kristen Ortodox dan penganut Arianisme. Karena rasa takut inilah, para Uskup meminta Kaisar untuk menunjuk langsung Uskup Agung Milan, melawan kebiasaan yang berlaku saat itu yaitu jemaat dan warga kota sendiri yang memilih Uskup mereka.
Ketika Ambrosius datang untuk menengahi kedua kelompok yang berbeda, menurut legenda, terdengarlah suara anak kecil yang berseru: Ambrosius Uskup! Dari sana, seluruh hadirin yang hadir menyerukan hal yang sama. Semula sang Santo menolak, tetapi karena intuisi iman dan semangat pengabdiannya, ia pun menerima tugas pelayanan itu. Ada dua hal yang sebenarnya menghambat pemilihannya sebagai Uskup: pertama, dia belum dibaptis dan kedua, dia belum belajar tentang tata pemerintahan Gerejawi. Namun demikian ia tetap bersiap sedia juga menerimanya. Dalam bukunya, De Oficiis, tentang para klerus, ia mengakui bahwa biasanya orang belajar untuk persiapan mengajar. Tetapi dirinya, karena penunjukan yang mendadak, terpaksa mengajar sambil belajar: tidak ada manusia yang mengajar tanpa belajar. Hanya Tuhan yang mengajar tanpa terlebih dahulu belajar. Oleh sebab itu, Dialah Sang Guru Sejati. Tetapi aku, karena tugas perutusanku, terpaksa melakukan keduanya, aku mengajar sekaligus belajar sakramen.
Ketika menjadi Uskup Milan, intuisi iman inilah yang membantu Ambrosius untuk berani mengambil keputusan sulit, seperti berani berseberangan dengan Ratu Yustina, isteri kedua Kaisar Valentinianus yang mencoba menyebarkan ajaran Arianisme ke wilayah Barat kekaisaran Roma. Intuisi iman yang sama yang membuat Ambrosius tidak ragu menuntut kaisar Theodosius untuk melakukan laku tobat setelah membantai seluruh penduduk Tesalonika yang telah membunuh seorang pejabat tinggi Kekaisaran. Kaisar tidak segan segan dikucilkan dan tidak diperkenankan masuk gereja. Ambrosius menegaskan bahwa pertobatan diseluruh umat merupakan syarat mutlak. “Kalau yang mulia mau meneladan perbuatan buruk Raja Daud dalam berdosa, yang mulia juga harus mencontoh dia dengan bertobat”, katanya. Kaisar Theodosius tidak berdaya dengan kewibawaan Uskup Ambrosius, katanya, “Ambrosius adalah satu-satunya Uskup yang menurut pendapatku layak memangku jabatan yang mulia ini”. Uskup Ambrosius telah menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada seorang pun, meskipun ia seorang penguasa, yang lebih tinggi kedudukannya daripada Gereja.
Disamping mengajarkan nilai hidup kristianinya yang saleh, Santo Ambrosius juga memiliki peranan dalam pertobatan St. Agustinus, putra St. Monika. Dalam pengakuan St. Agustinus, penerimaan penuh kehangatan dari St. Ambrosius dan cara hidupnya telah membuat St. Agustinus meninggalkan cara hidup yang lama, memberi diri dibaptis dan akhirnya menyerahkan seluruh hidup kepada Tuhan. Inilah teladan St. Ambrosius yang selain memiliki kecakapan dalam gubernatio juga peduli pada kaderisasi. Dan hal terakhir yang bisa kita timba dari kehidupan sang Santo adalah cintanya akan keheningan. Inilah hal pertama yang ia tulis kepada para imam di Keuskupannya. “Cintailah keheningan” tulisannya, “Keheningan adalah awal dari iman sebab dalam keheningan kita belajar mendengar sabda Allah. Lebih dari itu, hening berarti berjaga-jaga: menjaga hati dan budi dari jebakan musuh. Hening berarti menjaga lidah dan kata agar tidak keluar segala hal yang membuat diri sendiri dan orang lain jatuh dalam dosa”.
Uskup Ambrosius menghembuskan nafasnya yang terakhir pada saat Jumat Agung, 4 April 397. Jenasahnya dimakamkan dalam gereja yang kini dikenal dengan nama Gereja Santo Ambrogio di Milan.
Sumber : Katakombe.Org
Tidak ada komentar
Posting Komentar