Credit: GKKK Mabes |
Sejak jaman dahulu, manusia memberikan persembahan kepada Tuhan dengan motivasi, cara dan model yang beragam. Persembahan dalam bentuk sesajen, kurban bakaran, Qurban, perpuluhan, zakat, kolekte, derma dan sebagainya, semua mempunyai harapan yang sama, yaitu agar Allah berkenan atas persembahan tersebut. Apakah benar Allah berkenan atas semua persembahan itu? Belum tentu! Kalau begitu, persembahan seperti apa yang diterima-Nya ?
Dalam bacaan hari ini kita melihat ada tiga contoh persembahan. Yang pertama, persembahan dari seorang janda dari Sarfat-Sidon (1Raj. 17:10-16). Janda miskin ini hanya punya segenggam tepung dan sedikit minyak untuk diolah jadi rotinya yang terakhir. Namun atas permintaan Elia, makanan satu-satunya ini diberikan kepada Elia. Kenapa ia rela melakukan itu? Mungkin terdorong rasa iba. Barangkali karena ia tahu Elia adalah wakil Allah. Bisa jadi karena ia percaya akan firman Tuhan yang disampaikan Elia: “Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang sampai…“ Maka ia “mempersembahkan“ milik satu-satunya itu karena percaya ini untuk wakil Tuhan, juga karena terdorong kasih dan iman (percaya akan janji Tuhan). Ternyata Allah berkenan atas persembahan janda miskin ini. Buktinya, tepung dan minyak itu tak berkurang seperti yang difirmankan-Nya lewat Elia (1Raj. 17:16). Pada persembahan janda miskin sebanyak dua peser (Mrk. 12:38-44), Tuhan berkenan pada persembahan janda yang nilainya sangat kecil tapi sangat berarti buat si janda karena itu adalah seluruh nafkahnya. Ia menunjukkan apresiasi-Nya, “…sesungguhnya janda ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan,“ (Mrk. 12:43). Yang terakhir, persembahan dari Tuhan sendiri yang rela mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang (Ibr. 9:28). Inilah contoh sempurna persembahan yang dikehendaki Allah Bapa! Persembahan atas dasar kasih dan totalitas!
Ada benang merah yang menyatukan ketiga bentuk persembahan di atas: Motifnya kasih dan kerelaan untuk memberi sehabis-habisnya. Bukan soal jumlah tapi soal ketulusan. Juga iman: persembahan berdasarkan iman tak kenal takut kehilangan atau merugi. Karena Dia akan selalu mencukupi kebutuhan kita (Mzm. 146:7-10). Persembahan bukan melulu soal uang, tapi segala yang kita miliki, talenta, waktu, tenaga, perasaan dan sebagainya.
Sudahkah saya secara total memberi persembahan yang berkenan pada Allah? (HS)
Berdasarkan kalender liturgi 11 Nov 2018:
1Raj 17:10-16
Mzm. 146:7,8,9a,9bc-10
Ibr 9:24-28
Mrk 12:38-44
Tidak ada komentar
Posting Komentar