Menghadiri Undangan Pesta

Tidak ada komentar

Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang (Mat. 22:2-3)

Meskipun sekarang sedang masa New Normal, pernikahan tetap digelar dengan protokol kesehatan yang berlaku. Namun, undangan yang tersedia sangat terbatas. Biasanya hanya kalangan keluarga atau sahabat terdekat saja yang diundang. 

Bacaan hari ini berbicara juga tentang undangan ke pesta perkawinan anak raja. Kisah ini menceritakan seorang raja yang mengundang orang-orang untuk hadir dalam resepsi perkawinan anaknya, namun yang diundang menolak hadir. Sang Raja yang kecewa berusaha membujuk para undangan itu melalui hamba-hambanya. Mereka tetap tidak mengindahkan undangan itu, malah membunuh hamba-hambanya. 

Sejatinya, diundang raja berarti dihargai raja! Diundang raja berarti mereka dianggap penting untuk diundang. Pada titik ini raja menganggap mereka penting. Jika tidak, tentulah raja tak akan mengundang mereka. Namun, sepertinya, mereka tidak merasa dianggap penting. Mereka tidak merasa dihargai. Dan mereka menganggap sepi undangan itu.

Sang Raja ingin mereka datang. Tetapi, Sang Raja hendak mengatakan bahwa kehadiran mereka bukan untuk kepentingan atau keuntungan raja saja. Lebih dari itu, kehadiran para undangan itu adalah untuk kepentingan dan keuntungan para undangan itu sendiri. Mereka hanya tinggal datang. Semuanya telah tersedia. Dan semua hidangan itu memang bukan untuk raja, tetapi untuk mereka yang diundang.  

Sasaran perumpamaan ini adalah orang-orang beragama yang tidak punya waktu untuk Allah; mereka digambarkan sebagai orang-orang yang menerima undangan, tetapi saat hidangan sudah siap, menyatakan terlalu sibuk untuk hadir. Mereka yang menolak datang. 

Terdapat panggilan Allah yang umum kepada orang berdosa dan mengundang mereka menikmati sukacita keselamatan, tetapi undangan ini dapat ditolak. 

Raja merupakan gambaran kebajikan Allah, dan dengan demikian menggambarkan belas kasihan dan kasih Allah yang meluas sampai kepada orang-orang berdosa sekalipun. Orang dari semua lapisan bisa menerima undangan itu dan memberi tanggapan atas panggilan Allah.

Dalam masa sulit seperti ini undangan Tuhan untuk bersama-Nya dalam ibadat keluarga menjadi seperti suatu oase di padang pasir nan terik. Bersama dalam hadirat Tuhan mengingatkan kita bahwa ada Sang Gembala yang selalu siap melindungi kita. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mzm. 23:4)

Lembah kekelaman memiliki arti tentang sebuah situasi yang tidak pasti, menantang bahaya, berada di dalam persoalan, penuh dengan resiko dan musuh bisa saja datang secara tiba-tiba. Sungguh rentan berada di dalam lembah semacam itu. 

Keyakinan Raja Daud, penulis Mazmur, mengajarkan kita untuk selalu mengandalkan Tuhan dalam segala situasi hidup kita. 

(Ch.EM)


Berdasar bacaan liturgi 11 Okt 2020


Credit image: thehudsucker.com


Tidak ada komentar

Posting Komentar