[Cerpen Natal] “Terperangkap” di Rumah Nenek

Tidak ada komentar

Namaku Jordan.  Aku anak band yang cukup terkenal di kotaku.  Kami udah manggung dari satu sekolah ke sekolah lainnya.  Natal tahun ini anak-anak band-ku maunya liburan ke Hongkong.  Aku sih nggak ikut, soalnya orangtuaku minta aku sekali-sekali liburan di rumah nenek, udah jarang katanya.  Mau gimana lagi, daripada jadi berantem ngurusin liburan doang.

“Ah sayang ya, mereka ke Hongkong sedangkan aku terperangkap disini,” pikirku dalam hati.  Aku baru dua hari disini, tapi aku udah bosen aja.  Di rumah nenek ga ada tempat hiburan macam mall atau theme park.  Paling banter taman atau restoran di pinggir jalan.  Gimana aku nggak bosen, coba?  Untuk anak kota besar kayak aku, semua ini terlalu membosankan.

“Ma, mereka asik ya pergi ke Hongkong Disneyland.  Nih liat deh foto-foto mereka.  Mereka bahkan beli oleh-oleh yang ga ada di sini,” kataku mengutarakan kesedihanku ngeliat teman-temanku liburan ke Hongkong.

“Iya Jor, bagus dong mereka have fun disana, daripada udah jauh-jauh pergi ke Hongkong malah nggak seneng.”
“Tapi ma, mereka bilang kurang asyik kalo ga ada aku. Di sini ga ada apa-apa, ma.”
“Yaelah Jor, gini aja ngeluh.  Gapapa lah di rumah nenek, liburan kali ini.  Kita udah jarang ngunjungin nenek.”
“Ya udah deh, ma.”

Sepulang misa sore Malam Natal, aku memutuskan untuk keliling kota sendirian.  Aku meminjam motor sepupuku, lalu memulai perjalananku.  Karena jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 7 dan perutku mulai mengeluarkan suara-suara, aku pun mampir untuk makan di warung makan seafood yang menarik perhatianku.

Sehabis makan aku berjalan tak tentu arah.  Sampailah aku ke sebuah pasar yang menjual berbagai jajanan.  Aku membeli kembang gula dan memakannya sambil kembali berjalan.  Saat menunggu crepe pesananku dibuat, aku melihat-lihat suasana pasar tersebut.  Itu adalah pasar yang cukup ramai.  Jalan yang tidak terlalu besar itu dipenuhi dengan stand-stand jajanan yang murah dan unik, bertepatan juga dengan malam sebelum libur hari Natal.

Saat itulah aku mendengar suara nyanyian dan gitar.  Aku menoleh ke arah stand es krim yang terletak tidak jauh dari stand crepe ku dan kulihat seorang anak perempuan sedang mengamen sambil membawakan sebuah lagu yang sering dinyanyikan di gerejaku. 

“Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai, di dalam persaudaraan bagai minyak yang harum…” begitu lagu yang dinyanyikannya.  Aku tertegun mendengar suaranya yang terlatih dan kepiawaiannya memainkan gitar.

Kudekati dia dan kutepuk pelan bahunya.
“Permisi dik, boleh aku kenalan sama kamu?” ucapku sambil mengulurkan tangan.
“Eh, oh, iya kak, boleh,” katanya sambil menyambut uluran tanganku.
“Namaku Jordan, nama kamu siapa?”
“Namaku Ningsih, kak.”
“Aku tertarik mendengar suara dan permainan gitarmu yang baik.  Kamu belajar dari mana?”
“Terima kasih, kak, aku belajar main gitar dari teman sesama ngamen.  Kalo nyanyinya mah pengalaman aja.”
“Aku juga tertarik denger lagu yang baru kamu nyanyiin.  Ada yang ngajarin kamu?”
“Oh itu, aku sering mampir ke depan gereja Katolik di Jalan Blimbing.  Saat bubar misa aku sering ngamen disitu.  Aku sendiri bukan Katolik, kak.  Aku sering denger lagu mereka sehingga aku jadi tau banyak lagu gereja.  Kakak juga orang Katolik?”
“Iya, setelah mendengar lagumu aku jadi kepengen ikut kamu ngamen.  Kamu seharusnya bisa masuk ke acara-acara pencarian bakat gitu.  Boleh ga kalau aku ikut kamu ngamen hari ini?”
“Aku sih oke aja kak, tapi apa kakak nggak malu ikut jadi pengamen kayak aku?”
“Gapapa lah, aku juga anak band loh, jadi ini bisa jadi salah satu pengalaman buat aku.”

Akhirnya sepanjang sisa malam itu aku dan Ningsih pun mengamen di seputar pasar malam itu.  Aku yang pegang gitar, Ningsih yang nyanyi.  Memang benar apa yang dikatakannya.  Dia menguasai beberapa lagu gereja.  Kami sangat menikmati perjalanan kami.  Pukul 10 aku mengantar Ningsih pulang.  Rupanya dia tinggal hanya bersama ibunya yang sakit di bawah jembatan dan bertetangga dengan orang-orang bernasib sama dengannya.  Aku berharap malam itu dia merasa senang dan terberkati.

“Selamat Natal Ningsih.  Semoga Tuhan Yesus memberkatimu.”
“Terima kasih kak.”

Aku pun pulang dengan hati yang sejuk.  Sepanjang perjalanan hingga sebelum tidur aku mengulang memori tersebut sambil tersenyum mengingat spontanitasku mengikutinya mengamen.  Rupanya tempat ini tidak seburuk itu.  Aku bisa merasakan kehadiran Tuhan lewat seorang pengamen.  Kurasa Tuhan ingin menyadarkanku bahwa Ia bisa menjelma menjadi siapapun untuk memberi berkat bagi siapapun.

Aku tertidur dengan perasaan sukacita.  Saat aku terbangun keesokan harinya, teman-temanku sudah ramai di grup LINE.  Aku belum mengerti apa yang sedang dibicarakan.

Kubuka akun resmi band kami di IG, dan melihat postingan terakhir dari seorang fans yang men-tag grup kami.  Saat itulah aku baru mengerti mengapa teman-temanku ramai di LINE.  Postingan tersebut menyorot kebersamaanku kemarin malam bersama Ningsih.  Kami terlihat sedang menyanyi bersama sambil tersenyum disertai caption ”Ciee… cieee… Kak Jordan ikutan ngamen… Serasi banget kak….”

Sebuah senyum terukir di wajahku waktu benar-benar kubaca lagi di LINE apa yang teman-temanku bicarakan.  Rupanya mereka mengomentari tindakanku.

“Gila guys, liat deh post yang nge-tag kita.  Jor, you surprised us!!”
“Gue nggak nyangka Jordan yang cuek gini, tiba-tiba melakukan kebaikan out of nowhere. Good job, Jor.”
“Gue jadi nyesel nggak ikut Jordan ke rumah neneknya.”

Kurasa tidak liburan ke Hongkong baik juga. Dari pada menghabiskan uang untuk mengunjungi Hongkong Disneyland dan semua tempat rekreasi, lebih baik dekat dengan keluarga.  Liburan kali ini sangat berkesan bagiku.  Mendapat sahabat baru seorang pengamen. 

Oleh: Kathlyn Sandrina
(OMK Lingkungan St. Felisitas)

Tidak ada komentar

Posting Komentar