Dipanggil untuk Menabur Benih Harapan dan Membangun Perdamaian
Minggu Paskah IV, 21 April 2024
Saudari-saudara terkasih,
Setiap tahun, Hari Doa Panggilan Sedunia mengundang kita untuk merenungkan lebih dalam anugerah panggilan Tuhan yang sangat berharga bagi kita masing-masing. Kita dipanggil untuk berpartisipasi dalam rencana kasih-Nya dan mewujudkan keindahan Injil dalam beragam situasi hidup. Mendengarkan panggilan Tuhan – yang tentu saja bukan suatu keharusan yang dipaksakan, bahkan atas nama kewajiban agama – adalah cara yang paling tepat untuk mengobarkan kerinduan terdalam kita akan kebahagiaan. Hidup kita terwujud dan terpenuhi ketika kita menemukan siapa diri kita, apa kualitas diri kita, di bidang apa kita dapat memberdayakannya dengan baik, jalan mana yang kita ambil untuk menjadi tanda dan sarana kasih, penerimaan, keindahan dan kedamaian, dalam konteks di mana kita hidup.
Hari ini merupakan kesempatan yang baik untuk bersyukur kepada Tuhan atas kesetiaan, ketekunan, dan hidup yang seringkali tersembunyi dari semua orang yang telah menanggapi panggilan Tuhan dengan seluruh hidup mereka. Saya mengenangkan para ibu-bapak yang tidak memikirkan diri sendiri dan ikut arus tren sesaat, namun sebaliknya membangun kehidupan keluarga mereka dengan penuh cinta dan ketulusan, serta melayani anak-anak dan pertumbuhan mereka. Saya memikirkan semua orang yang melakukan pekerjaannya dengan penuh dedikasi dan semangat kerja sama. Saya memikirkan juga mereka yang berkomitmen, dalam berbagai bidang dan cara, membangun dunia yang lebih adil, mengupayakan perekonomian yang dijiwai prinsip solidaritas, kehidupan politik yang lebih beretika dan adil, serta masyarakat yang lebih manusiawi. Saya memikirkan semua pria dan wanita yang berkehendak baik dengan kesungguhan dan totalitas mengusahakan kebaikan bersama. Saya juga memikirkan semua orang yang membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan dalam keheningan doa maupun tindakan kerasulan. Mereka kadang-kadang berada di tempat-tempat yang serba terbatas, pinggiran, terpencil, namun dengan sigap dan kreatif mencurahkan daya energi sesuai karisma mereka untuk melayani orang-orang yang mereka jumpai. Saya pun memikirkan kaum tertahbis yang telah menerima panggilan imamat untuk membaktikan dirinya bagi pewartaan Injil, untuk memecah-mecahkan hidupnya bersama Roti Ekaristi bagi pelayanan para saudara-saudari, dan untuk menabur harapan serta menunjukkan keindahan Kerajaan Allah kepada semua orang.
Kepada kaum muda, khususnya mereka yang merasa jauh dan/atau tidak yakin kepada Gereja, saya ingin mengatakan, “Biarkan Yesus menarikmu kepada-Nya. Melalui Injil yang kamu baca, ajukanlah pertanyaan pentingmu kepada-Nya. Biarkan Dia menantangmu dengan kehadiran-Nya yang selalu memicu krisis yang sehat dalam diri kita. Lebih dari siapa pun, Yesus menghormati kebebasan kita. Ia tidak memaksakan kehendak sendiri, namun membimbing dan mengarahkan. Berikanlah ruang bagi-Nya dan kamu akan menemukan jalan menuju kebahagiaan dengan mengikuti-Nya. Dan, apabila Ia meminta kepadamu, serahkanlah dirimu seutuhnya kepada-Nya.”
Umat Allah berziarah
Perpaduan karisma dan panggilan, yang diterima dan menyertai komunitas Kristiani, membantu kita sepenuhnya untuk memahami identitas kita sebagai murid-murid Kristus, sebagai Umat Allah yang menyusuri jalan-jalan dunia, dijiwai oleh Roh Kudus dan dimasukkan ke dalam Tubuh Kristus seperti batu yang hidup. Kita adalah warga keluarga Allah, putra-putri Bapa, dan kita saling bersaudara. Kita bukan gugusan yang tertutup dalam diri kita sendiri, melainkan bagian utuh dari keseluruhan keluarga Allah. Oleh karena itu, Hari Doa Panggilan Sedunia ini menyandang ciri sinodalitas. Ada banyak karisma, dan kita dipanggil untuk saling mendengarkan dan berjalan bersama untuk menemukan dan membedakan gerak roh yang memanggil kita untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Dalam momen bersejarah ini, perjalanan bersama membawa kita menuju Tahun Yobel 2025. Marilah kita berjalan bersama sebagai peziarah harapan menuju Tahun Suci, sehingga dalam penemuan kembali panggilan kita dan dengan memadukan karunia-karunia Roh yang berbeda, kita dapat menjadi pembawa dan saksi impian Yesus dalam dunia, yakni membentuk satu keluarga, bersatu dalam kasih Allah dan erat dalam ikatan cinta kasih, saling berbagi dan bersaudara.
Hari ini dibaktikan secara khusus untuk berdoa kepada Bapa memohon karunia panggilan suci untuk membangun Kerajaan-Nya, seperti tertulis dalam Injil Lukas, “Karena itu berdoalah kepada Tuan yang empunya tuaian untuk mengutus pekerja-pekerja ke dalam tuaian-Nya!” (Luk. 10:2). Doa, seperti kita tahu, adalah lebih utama mendengarkan Tuhan daripada berbicara kepada-Nya. Tuhan berbicara dalam hati kita. Ia ingin hati kita terbuka, tulus, dan murah hati. Firman-Nya menjadi manusia di dalam Yesus Kristus, yang menyatakan seluruh kehendak Bapa kepada kita. Pada tahun 2024 ini, yang dikhususkan untuk berdoa bagi persiapan Yubileum, kita semua dipanggil untuk menemukan kembali karunia yang tak ternilai dalam dialog dari hati ke hati dengan Tuhan sehingga menjadi peziarah harapan. Karena, “Doa adalah kekuatan harapan yang pertama. Anda berdoa dan harapan tumbuh-berkembang. Harapan itu bergerak maju. Saya katakan bahwa doa membuka pintu harapan. Harapan itu ada, dan dengan doa saya membuka pintunya” (Katekese Paus Fransiskus, 20 Mei 2020).
Peziarah harapan dan pembangun perdamaian
Apa artinya menjadi peziarah? Setiap orang yang melakukan ziarah, pertama-tama harus memiliki tujuan yang jelas, dan selalu membawanya dalam hati dan budinya. Pada saat yang sama untuk mencapai tujuan itu, harus memfokuskan diri pada setiap langkah. Ini berarti membuat peziarahan sebagai perjalanan yang ringan, dengan menyingkirkan segala apa yang memberatkan, hanya membawa hal yang penting saja, dan berusaha setiap hari mengatasi segala kelelahan, ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan. Dengan demikian, menjadi peziarah berarti memulai lagi setiap hari dan selalu memulai lagi, menemukan antusiasme dan kekuatan untuk melewati berbagai tahapan perjalanan, yang betapa pun sulit dan melelahkan, selalu membuka cakrawala dan panorama baru di hadapan kita.
Makna ziarah Kristiani adalah menemukan kasih Allah dan jati diri kita melalui perjalanan batin yang dipupuk oleh relasi-relasi dengan yang lain. Kita adalah peziarah karena dipanggil untuk mengasihi Tuhan dan saling mengasihi. Ziarah kita di bumi ini bukanlah pengembaraan yang tanpa arah dan tujuan, tetapi perjalanan menuju dunia baru yang penuh kasih, damai, dan keadilan. Kita adalah peziarah harapan karena kita bergerak menuju masa depan yang lebih baik dan berkomitmen mewujudkannya dalam setiap gerak langkah kita.
Pada akhirnya, inilah tujuan setiap panggilan: menjadi pribadi pengharapan. Kita, entah individu perorangan maupun komunitas dengan aneka karisma dan pelayanan, dipanggil untuk mewartakan dan mewujudkan pesan pengharapan Injil di dunia yang ditandai dengan tantangan-tantangan genting. Di antaranya adalah ancaman perang dunia ketiga yang sedikit demi sedikit menjadi semakin nyata, membanjirnya gelombang para migran yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari masa depan yang lebih baik, meningkatnya jumlah penduduk miskin, dan ancaman di bidang kesehatan yang semakin permanen. Belum lagi kesulitan-kesulitan yang kita hadapi setiap hari, yang kadangkala membuat kita menyerah kalah.
Oleh karena itu pada zaman ini, sangat penting bagi kita untuk memupuk pandangan yang penuh harapan dan bekerja yang berdaya guna dalam menanggapi panggilan dan pelayanan bagi kerajaan kasih, damai, dan keadilan Allah. Harapan ini, seperti kata Santo Paulus, “tidak mengecewakan” (Rom. 5:5), karena lahir dari janji Tuhan bahwa Dia akan selalu menyertai dan melibatkan kita dalam karya penebusan yang mencapai hati setiap orang dan “hati” seluruh ciptaan. Harapan ini mendapatkan kekuatan pendorongnya dalam kebangkitan Kristus, yang “mengandung kuasa kehidupan yang telah menembus dunia. Di mana segala sesuatu tampak mati, di situ tunas kebangkitan muncul. Ini adalah kekuatan yang tidak dapat ditolak. Memang benar bahwa berkali-kali tampaknya Allah tidak ada. Kita melihat ketidakadilan, kejahatan, ketidakpedulian, dan kekejaman terus-menerus di sekitar kita. Meski demikian, benar juga bahwa di tengah kegelapan sesuatu yang baru selalu muncul dan cepat atau lambat akan membuahkan hasil” (Evangelii Gaudium, 276). Sekali lagi, Rasul Paulus menegaskan bahwa “dalam pengharapan kita telah diselamatkan” (Rom. 8:24). Penebusan yang dilaksanakan dalam misteri Paskah adalah sumber harapan, harapan yang pasti dan dapat dipercaya, yang melaluinya kita mampu menghadapi tantangan-tantangan masa kini.
Demikian, menjadi peziarah harapan dan pembangun perdamaian berarti mendasarkan hidup pada batu karang kebangkitan Kristus. Kita mengetahui bahwa setiap usaha yang kita lakukan dalam panggilan yang telah kita yakini dan jalani tidak akan pernah sia-sia. Kegagalan dan rintangan mungkin muncul di sepanjang jalan, namun benih kebaikan yang kita tabur tumbuh secara tersembunyi dan tidak ada yang dapat memisahkan kita dari tujuan akhir, yakni perjumpaan dengan Kristus dan sukacita hidup kekal dalam kasih persaudaraan. Kita harus menyiapkan panggilan akhir ini setiap hari. Kita menyiapkannya dengan menjalin relasi kasih dengan Allah dan sesama. Perwujudan jalinan kasih ini merupakan awal perwujudan impian Allah akan persatuan, perdamaian dan persaudaraan. Jangan biarkan siapa pun merasa dikecualikan dari panggilan ini. Dengan bantuan Roh Kudus, kita masing-masing menjadi penabur harapan dan pembangun perdamaian melalui cara-cara sederhana.
Keberanian untuk terlibat
Untuk semuanya ini, saya katakan sekali lagi seperti pada Hari Orang Muda Sedunia di Lisbon, “Bangkitlah! Bangunlah! Marilah kita bangun dari tidur, kita keluar dari ketidakpedulian, kita membuka jeruji penjara di mana kita kadang-kadang mengurung diri, hingga kita masing-masing dapat menemukan panggilan di dalam Gereja dan dunia serta menjadi peziarah harapan dan pembawa damai! Marilah kita bergairah akan kehidupan dan berkomitmen terhadap pemeliharaan penuh kasih pada orang-orang di sekitar kita dan lingkungan yang kita tempati. Saya ulangi, milikilah keberanian untuk terlibat! Pastor Oreste Benzi, seorang rasul amal kasih yang tak kenal lelah, yang selalu berada di pihak yang paling kecil dan tak berdaya sering mengatakan bahwa tidak ada yang begitu miskin sehingga tidak memiliki sesuatu untuk diberikan, dan tidak ada yang begitu kaya sehingga tidak membutuhkan sesuatu untuk diterima.
Akhirnya, marilah kita bangkit dan bergerak melangkah sebagai peziarah harapan. Seperti Maria bagi Elizabet, kita juga dapat menjadi pembawa pesan sukacita, sumber kehidupan baru serta pencipta persaudaraan dan perdamaian.
Tidak ada komentar
Posting Komentar