KEMAUAN UNTUK BERUBAH (Surat Keluarga Sep 2019)

Tidak ada komentar

Keluarga Katolik yang terkasih, selamat berhari-hari Kitab Suci bersama permenungan yang kita lakukan bersama seluruh umat dan keluarga. Semoga firman Tuhan menginspirasi kita untuk semakin bersikap bijak, penuh kasih, penuh iman, dan mencintai keluarga dengan lebih baik lagi. Semoga Anda sekeluarga penuh semangat menjalani masa pendalaman Kitab Suci bersama ini dengan sungguh-sungguh, karena ini dapat mengubah kita menjadi manusia yang semakin bermartabat dan semakin berhikmat.

Zaman mengarahkan kita pada hal-hal baru yang kita sendiri sering tidak tahu dibawa ke mana dan untuk apa. Teknologi baru, cara berdagang baru, mainan baru, mencari nafkah dengan cara baru, dan seterusnya. Semua itu membawa angin kebaruan, tetapi juga ketidak tahuan apa yang akan terjadi sesudahnya. Bagaimana membuat semua yang kita lakukan dan ikuti itu menjadi berguna?

Orang yang memahami kegunaan suatu barang akan mengejarnya dan ingin mendapatkannya karena sadar akan kegunaannya, dan bukan hanya ikut kata orang atau atas alasan lain yang tidak disadari dan tidak diketahui. Membeli telepon genggam, misalnya, seharusnya berdasarkan alasan kegunaan dan kesesuaian yang rasional, agar sesudah membeli, tidak merasa menyesal atau malah membingungkan karena tidak tahu bagaimana menggunakannya.

Para ayah dan ibu yang bekerja, memikirkan untuk melakukan pekerjaan lembur, bisa menjadi hal yang baik, karena itu kewajiban dan tanggung jawab sebagai karyawan dan sebagai seorang kepala keluarga. Akan tetapi, selalu bekerja lembur demi sesuatu yang tidak jelas dan bahkan demi mengisi waktu, tidaklah bijaksana, karena meninggalkan keluarga, anak-anak, pasangan, dan mengabaikan mereka setiap hari.

Mendapatkan pengetahuan saja dari buku-buku, seminar, retret, atau konseling sekalipun, tanpa kesadaran diri dan pemikiran yang mendalam, akan membuat semua yang ideal itu hanya menjadi cita-cita yang selalu kita impikan tetapi tidak pernah terwujud. Masih banyak lagi keputusan dan cara hidup yang membutuhkan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, bahkan kecerdasan sosial, agar kita dapat semakin diperhitungkan sebagai orang benar, yang bijaksana dan berhikmat.

Tidak mudah menjadi seorang bijaksana, tetapi tidak sulit juga mengusahakannya. Kita hanya perlu berubah. Perubahan memakan waktu, tetapi bisa menghasilkan sesuatu yang membuat kita dapat bertahan hidup di dunia yang tampaknya serba mudah, moderen, cepat, dan canggih seperti sekarang ini. Perubahan cara hidup tentu saja dibutuhkan. 2 Kita membutuhkan waktu hening.

Kita membutuhkan saat sendiri, berdoa, misa dan merenungkan semua yang sedang terjadi. Inspirasi ini pasti tidak populer, karena setiap orang mengejar kecepatan dan keterampilan bekerja dengan “multitasking”. Tetapi yang bijaksana jarang muncul dari kecepatan, melainkan dari ketekunan merenungkan dan memberi waktu untuk Tuhan berbicara.Waktu diberikan kepada kita secara beragam: waktu untuk bekerja dan waktu untuk diam adalah perpaduan yang komplementer, saling melengkapi.

Mungkin para keluarga di Indonesia sekarang berada dalam kebingungan mengatasi komunikasi pasutri, mengatasi kelesuan ekonomi, mengatasi pertumbuhan remaja, mempersiapkan perkawinan, buruknya relasi mertuamenantu, seks bebas, perselingkuhan, dan dunia digital yang membuat candu, semua membingungkan. Kita sungguh membutuhkan Tuhan. Ayub 5:8 mengatakan, “Tetapi aku, tentu aku akan mencari Allah, dan kepada Allah aku akan mengadukan perkaraku.”

Keringnya hubungan dengan Allah membuat kita hidup dalam keributan duniawi. Kita menjadi penuh kekuatiran, ketakutan, kebingungan, kecanduan, kelelahan lahir batin dan akhirnya putus asa. Tuhan bukanlah suatu ide atau gagasan apalagi sekedar nasihat manis yang harus kita dengar di dalam Gereja atau kotbah-kotbah suci. Tuhan benar-benar Penolong yang sampai hari ini mampu menolong kita, asalkan kita mau berubah.

Berubahlah bersama waktu dan Allah. Kita hidup dalam sebuah keluarga yang mempunyai tradisi, budaya, kebiasaan, keyakinan intern dan cara hidup yang khas. Tetapi, semua itu tidak boleh menjadikan kita orang yang merasa “sudah jadi”, atau “sudah tidak mungkin berubah.” Kita masih harus dibentuk. Waktu hening akan membentuk kita, karena Tuhan berbicara di dalamnya.

Setiap kita bertanggung jawab pertama-tama atas dirinya sendiri. Ia harus yakin bahwa ia bertumbuh bersama Tuhan. Ia juga harus yakin bahwa kepribadiannya hari demi hari bertumbuh bersama waktu menjadi makin bijaksana, makin lembut, semakin sabar, semakin percaya kepada Tuhan Yesus Yang menjadi pedoman hidupnya.

..kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. (Ef.4:22-24)

Beginilah praktisnya. Kita sering merasa hidup ini mandeg atau tidak dapat bertumbuh. Tetapi sebenarnya kita bisa. Misalnya, jika usia Anda sudah mencapai 60 tahun dan Anda sudah pensiun, sekarang hidup Anda berubah. Anda harus mempunyai acara baru, bukan bekerja atau berkarya secara langsung, tetapi hidup dalam pengendapan diri dan kematangan yang dapat disaksikan oleh anak cucu. Siapkah Anda mengubah waktu pagi dari sibuk persiapan kerja menjadi rajin ke misa harian? Mungkin Anda berpikir, “Aku bukan orang yang suci dan rajin ke Gereja kok, dan selama ini aku orang biasa saja.” Saya mengajak Anda untuk merenung.

Sebelum post power syndrome datang, misalnya. Atau kesepian dan perasaan kosong melanda, Anda perlu mengubah jadwal hidup, menjadi makin rohani. Kesehatan fisik dimulai dari kesehatan rohani, dan itu berarti kebutuhan akan Allah semakin mendesak. Banyak orang yang saya beri usulan untuk datang ke misa pagi demi mengubah jadwal hidupnya, termasuk juga pada para pengusaha yang bisa mengatur waktu sebebasnya, menolak dengan halus dan mengatakan “tidak biasa” padahal ini tawaran dari Allah.

Perubahan selalu membawa pengorbanan di awal. Akan tetapi kalau kita telusuri lagi hasilnya, maka perubahan bisa menjadi alternative yang membuat hidup kita makin bahagia. Meninggalkan kebiasaan makan bersama sambal baca pesan elektronik (SMS, WA, chat, dll) barangkali juga suatu kebiasaan yang bisa mulai dibuat.

Ada lagi mereka yang sudah bertahun-tahun tidak saling berbicara meskipun satu tempat tinggal. Mereka saling marah dan sakit hati. Mereka diam-diaman dan saling membenci. Apakah itu tidak mampu diubah? Sampai kapan Anda membuat diri Anda seperti itu? Apa yang kira-kira harus dibuat Tuhan agar hati dan pikiran Anda berubah? Damai dan cinta menjadi cita-cita kosong karena situasinya tidak memungkinkan. Mungkin ini adalah saat tepat untuk berubah.

Saya akan selalu memotivasi Anda melakukan perubahan, mulai dari perubahan cara hidup bagi remaja, sampai perubahan cara hidup bagi para lansia. Saya dan kawan-kawan Komisi Kerasulan Keluarga KAJ merindukan semakin tumbuhnya pribadi-pribadi Katolik yang mau berubah menjadi lebih baik, lebih bijaksana, dan semakin menunjukkan martabatnya. Semoga surat ini menginspirasi Anda melakukan perubahan.
Tuhan memberkati

Rm. Alexander Erwin Santoso MSF



Image Credit: www.ccl.org

Tidak ada komentar

Posting Komentar