KUALITAS HIDUP BERIMAN

Tidak ada komentar

Ada orang yang mati-matian beriman hanya untuk dirinya sendiri. Dia berdoa sendiri di rumah atau pergi Gereja lalu pulang, tidak pernah pergi ke ibadat Lingkungan, tidak pernah ikut kegiatan pelayanan Gereja, tidak pernah ikut kegiatan koor Lingkungan, atau ikut pelayanan di gereja. Bagi mereka, hidup beriman cukup dengan berdoa sendirian dengan menutup pintu kamar. Di sisi lain, ada orang yang merasa bahwa beriman berarti ikut semua kegiatan menggereja. Dia pergi koor Lingkungan, hadir di setiap acara Gereja, ikut semua acara Lingkungan dan Gereja, mungkin terkadang sedikit membicarakan yang tidak pernah ikut kegiatan, tetapi lupa terhadap dirinya sendiri. Baginya, iman tanpa perbuatan adalah kesia-siaan belaka. Kedua kubu ini seakan “mempeributkan” mana yang ideal di antara keduanya, tentang apa dan bagaimana itu hidup beriman, apalagi sebagai anggota Gereja.

Pada bacaan minggu ini, Gereja seakan menjawab hal tersebut. Bacaan minggu ini menggabungkan 2 kualitas yang diinginkan oleh Yesus melalui 2 perumpamaan-Nya. Perumpamaan pertama adalah tentang balok di mata saudara atau orang lain. Perumpamaan tersebut seakan menjelaskan bahwa terkadang manusia harus membuka diri untuk orang lain. Dengan tidak memberi ruang pada orang lain, manusia memiliki kecenderungan bahwa imannya-lah yang paling benar.  Oleh sebab itu, ada baiknya untuk tidak melulu merasa diri paling benar, tetapi perlu untuk menjadi lebih baik bersama-sama orang lain tanpa perlu memberikan penilaian terhadap orang lain. Di saat bersamaan, Gereja mengajak umat-Nya untuk melihat diri mereka masing-masing melalui perumpamaanYesus mengenai pohon dan buahnya. Menjadi beriman, juga perlu melihat dan memperbaiki diri sendiri, memberi ruang bagi diri untuk merefleksikan dirinya supaya lebih baik. Injil Lukas memberi penekanan pada kata “hatinya” (Luk. 6:45) untuk mendorong manusia bahwa hati menjadi faktor penting kualitas diri. Jika dirinya tidak memberi tempat untuk hatinya berefleksi, bagaimana mungkin ia bisa berbagi pada orang lain. Ibarat nilai ladang ditampakkan oleh buah pohon yang tumbuh di situ, demikian pula bicara orang menyatakan isi hatinya (1Sir. 27:6). Orang benar dalam iman Kristiani adalah mereka yang ditanam di bait Tuhan dan akan bertunas di pelataran Allah (Mzm. 92:14).

Kedua kualitas dari perumpamaan pada bacaan minggu ini, menunjukan bahwa hidup beriman mengajak untuk menikmati keseimbangan. Terkadang manusia perlu memberi ruang pada hati, untuk berefleksi sendiri atau me-“recharge” dirinya sendiri. Pada saat bersamaan, manusia juga perlu terlibat bersama dengan orang lain agar dirinya tahu persis bahwa hidup beriman itu melihat dunia dari banyak sudut pandang, tidak melulu dari pergumulannya sendiri. Gereja mengajak umat-Nya untuk merenungkan bahwa kualitas hidup beriman seseorang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, tetapi keseimbangan keduanya untuk menjadi lebih baik. Salah satu cara untuk mendapatkan kualitas hidup beriman adalah dengan menerapkan doa bersama dalam keluarga.  Jerih payah seseorang tidak akan sia-sia bila ia hidup dalam persekutuan dengan Tuhan (1Kor.15:58).

Oleh: Albertus Ardian

Berdasar bacaan Liturgi 3 Maret 2019:
1Sirakh 27:4-7
Mazmur 92:2-3, 13-14,15-16
1Korintus 15:54-58
Lukas 6:39-45

Credit image: https://www.thepoachedegg.net/wp-content/uploads/2018/07/what-are-the-pitfalls-if-we-dont-balance-faith-and-reason-345

Tidak ada komentar

Posting Komentar