oleh: L. Maria Rini Boruk
Masa puasa menjelang Paskah setiap tahun selalu hadir di hadapan kita. Bagi kita umat Katolik, masa puasa adalah saat yang penting dalam bagian kehidupan rohani kita. Mengapa? Masa Puasa adalah saat kita mendapatkan kesempatan secara khusus untuk merefleksikan seluruh perjalanan iman kita. Sebuah peziarahan yang tak pernah berhenti menuntut kekuatan, ketekunan, dan kemauan untuk bangkit kembali ketika jatuh.
Jatuh ketika kita berjalan karena tersandung batu pasti mudah untuk bangun kembali. Seandainya kita mengalami luka pun akan mudah sekali disembuhkan. Lain halnya ketika kita kembali terjatuh dalam dosa yang sama, kesalahan yang sama, atau pun permasalahan yang sama. Sering kita merasa berat untuk bangun kembali. Jatuh yang ini memang sering kali “enak untuk dinikmati”. Bahkan, kadang-kadang tanpa kita sadari, kita nyaman dengan “kejatuhan” itu. Misalnya saja, kita merasakan enaknya melakukan “korupsi waktu kerja”. Satu kali terjadi, sangat menyenangkan. Bahkan mungkin kepuasan muncul ketika berhasil melakukannya, selanjutnya kita ketagihan untuk melakukan hal yang sama. Bukankah hal ini sebuah dosa yang menyenangkan? Dengan kata lain kita menikmati enaknya dosa yang sama, nyamannya kesalahan yang sama. Sebuah luka diri yang enak dinikmati. Akhirnya kita enggan untuk menyembuhkan luka itu dan meninggalkannya. Mengapa demikian? Bukan hal yang mudah memang untuk bangun kembali dari sebuah dosa, kesalahan, atau permasalahan yang sama apalagi yang menyenangkan.
Kita sering mendapatkan nasihat “tinggalkan semua yang tidak mengenakkan dan mulailah berjalan dengan sesuatu yang baru.” Sayangnya, semuanya lebih mudah untuk dikatakan daripada dilakukan. Luka-luka lama sering belum mengering ketika seseorang mendapatkan luka baru. Bisa terjadi, luka tadi semakin melebar dan semakin sulit sembuh. Kadang-kadang juga muncul luka baru di tempat lain. Akhirnya kita hidup dengan luka-luka di seluruh diri kita. Apakah hidup kita akan terus-menerus demikian? Tidak maukah kita mencoba untuk memperbaharui diri? Proses pembaharuan diri memang sering menyakitkan sehingga kita menghindar untuk melakukannya. Namun, kita harus ingat bahwa proses ini mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Marilah kita mencoba bercermin pada kisah berikut.
Tidak ada komentar
Posting Komentar