Tantangan Menjadi Katolik

Tidak ada komentar

Menjadi Katolik, bukanlah hal mudah.  Pembelajaran untuk menerima sakramen baptis, ditempuh  kurang lebih 1 tahun.  Setelah 1 tahun, setiap menerima sakramen harus belajar lagi apakah artinya ke gereja dan cara memahami sakramen Maha Kudus serta hal lainnya. Namun, semua tantangan dalam kehidupan haruslah kita jalani dengan melibatkan Tuhan untuk berkarya bersama langkah kita.

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan padamu” (Mat. 11: 28), merupakan ayat favorit beberapa orang untuk memberikan motivasi kepada dirinya maupun orang lain.  Kalimat ini merupakan kalimat penghiburan, tetapi tidak boleh dilepaskan dengan kalimat selanjutnya, “Pikullah kuk yang Ku-pasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Kita juga harus memikul kuk yang dipasang.  Kuk itu berat dan terasa tidak menyenangkan ketika dipikul.  Tetapi Yesus memberikan harapan bahwa mereka yang mau belajar kepada-Nya, akan mendapat ketenangan, di balik yang berat dan tidak menyenangkan tersebut.  Bagaimana cara memikul kuk tersebut dan mengikut Yesus?  Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus mengatakan supaya kita hidup di dalam roh (Rm. 8: 9).  Roh yang membangkitkan Kristus tersebut akan tinggal di dalam mereka dan Kristus akan tinggal di dalam mereka.  Dia menopang semua orang yang jatuh dan menegakkan semua orang yang tertunduk (Mzm. 145:14).

Menjadi Katolik adalah cara mengikuti Kristus.  Berat?  Memang.  Menjemukan? bisa jadi. Tetapi di balik semua itu ada ketenangan, kejernihan dan kebahagiaan daripada yang sekadar duniawi.  Menjadi Katolik tidak semata-mata kesenangan duniawi yang dapat langsung dinikmati.  Kenikmatan dan kebahagiannya bukan dalam taraf daging yang dapat langsung dirasakan efeknya.  Tetapi jiwa dan roh kita yang diberikan kebahagiaan.  Jiwa dan roh kita mendapatkan ketenangan yang lebih dalam jika kita mau memikul kuk dan hidup di dalam Roh. Menjadi Katolik bukan sekadar dibaptis, tetapi ikut di dalam tugas-tugasnya.  Menjadi Katolik bukan sekadar ikut perayaan ekaristi Minggu pagi, tetapi menimba pengalaman rohani di dalamnya.  Menjadi Katolik bukan sekadar berdoa rosario, berdoa bersama keluarga di rumah dan kegiatan rohani lainnya, tetapi berbagi pengalaman rohani di dalamnya.  Menjadi seorang Katolik adalah sebuah rahmat, bukan beban, karena ada kebangkitan di balik salib yang kita pikul. Kita hanya perlu taat akan kehendak Bapa. Seorang Katolik justru dapat berbuat sesuatu yang kecil untuk memberi dampak baik bagi sesama.  Misalnya, berperan aktif dalam berbagai kegiatan Paroki seperti berdoa GEMATI bersama keluarga di rumah di mana Dia akan menemui kita, program BERKAT, gerakan bela rasa (bakti sosial), gerakan sense of belonging dalam merawat gereja atau menjadi petugas tata laksana, dan masih banyak lagi.  Apakah saya telah hidup dalam roh untuk mengatasi tantangan kehidupan yang ada serta memahami peran saya sebagai umat Katolik bagi gereja, Paroki dan masyarakat?

(AA)


Berdasar bacaan liturgi 5 Juli 2020:
Za.9:9-10
Mzm. 145:1-2,8-9,10-11,13cd-14
Rom. 8:9,11-13
Mat. 11:25-30


Credit image: catholicworldreport.com

Tidak ada komentar

Posting Komentar