Berhikmat dalam Perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS)

Tidak ada komentar

Hari Pangan Sedunia dirayakan pada tanggal 16 Oktober setiap tahun. Tema perayaan HPS di Keuskupan Agung Jakarta tahun 2019 ini adalah “Mencintai Pangan Lokal, Ayo! Konsumsi Pangan Sehat, Segar dan Sejahtera”.

Mencintai pangan lokal, berarti memilih secara sadar untuk mengesampingkan pangan impor. Pilihan ini tentu mendatangkan konsekuensi yang baik. Pangan lokal tentu jauh lebih segar karena tidak memerlukan waktu pengiriman yang jauh dari luar negeri. Kesegaran ini menjamin pangan lokal jauh lebih sehat. Pangan lokal tidak butuh diawetkan. Dan membeli pangan lokal artinya berbagi berkat secara langsung kepada petani-petani lokal di sekitar kita.

Namun tidak berhenti sampai disini. Merayakan Hari Pangan Sedunia semoga juga menjadi bentuk belarasa kepada sesama.

Pertama: Pilihlah bahan makanan lokal yang tampilannya tidak menarik, sedikit cacat atau hampir membusuk namun masih layak dikonsumsi. Tampilan yang tidak menarik, sedikit cacat dan hampir membusuk tidak mengurang kadar nutrisi yang dikandungnya. Ini tentu sangat bermanfaat untuk mengurangi bahan makanan yang terbuang percuma, akibat tidak dibeli karena tampilannya yang kurang menarik dan atau terbuang karena membusuk. Di tirto.id (19 Februari 2019) dilansir berita bahwa Indonesia adalah negara penghasil sampah makanan kurang lebih 13 juta ton setiap tahun. Nomor urut dua terbesar di dunia, setelah Arab Saudi.

Kedua: Pilihlah makanan yang mendekati masa kadaluarsa, namun dipastikan bahwa makanan tersebut masih layak dikonsumsi. Batas tanggal kadaluarsa mungkin dibuat untuk alasan kesehatan, namun juga tidak dipungkiri bahwa tanggal tersebut juga adalah strategi marketing untuk menjamin arus perputaran barang.

Ketiga: Habiskan makanan dan minumanmu. Paus Fransiskus dalam momen perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 2013 silam, seperti yang dilansir kompas.com (06/06/2013), mengatakan bahwa “Membuang makanan tak ubahnya mencuri makanan dari meja orang miskin dan kelaparan”.

Jika setiap orang menyisakan satu butir nasi setiap hari, dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 250 juta jiwa, maka dalam sekali makan, akan terdapat 250 juta butir nasi yang terbuang sia-sia. Jika dikonversikan kedalam kilogram, dimana 1 gram berisi 50 butir beras maka 250 juta butir nasi sama dengan 5.000 kg atau sekitar 5 ton yang akhirnya akan dibuang setiap hari dalam satu kali makan.

Sementara itu, Global Hunger Indeks 2018, menempatkan Indonesia pada nomor urut 73 dari 119 negara dengan nilai Indeks GHI 21,9. Angka ini menandakan seriusnya tingkat kelaparan di Indonesia. (katadata.co.id, 23/01/2019). Ada 4 Indikator yang diukur oleh GHI. Antara lain tingkat kematian balita. tingkat kurang gizi pada penduduk, stunting pada balita dan wasting pada balita. GHI menggunakan skala 0 -100. Yang mana 0 adalah skor terbaik (tidak ada kelaparan) sementara 100 adalah skor terburuk.

Mari menghabiskan makanan sebagai bentuk nyata dari ucapan syukur kita setiap kali berdoa sebelum makan. Lebih dari itu menghabiskan makanan di piring kita adalah bukti belarasa terhadap sesama, terutama mereka yang kelaparan.

Penulis: Senuken

Credit Image: lovefoodhatewaste.co.nz

Tidak ada komentar

Posting Komentar